UANGMU, UANGKU. UANGKU, UANGKU JUGA!


Benar nggak sih perempuan itu sesakti itu dalam urusan “menjajah” uang pasangan?
Perempuan bisa dikatakan menempati posisi juara urusan jadi bendahara keluarga. Sebagian besar pasangan menikah yang saya kenal dipasrahi urusan uang oleh suaminya. Bahkan sepanjang pernikahan mama-papa saya, 100% gaji papa selalu dalam naungan dompet mama.   Jangan sedih, bahkan beberapa yang masih di tahap pacaran sudah dikasih hak istimewa dipegangi uang gaji dan diminta “belajar” mengelola uang pacar.
Ternyata menurut survey MarkPlus Insight-nya Bp. Hermawan Kertajaya, 84.2% perempuan punya kuasa atas manajemen keuangan pasangan. Artinya, banyak lelaki di luar sana yang pasrah secara finansial dan menerima sejumlah “uang jajan” untuk kebutuhan keseharian mereka. Saya menanyai beberapa lelaki kenapa mereka memilih pasrah? Apakah ini tanda cinta? Sebagian mengaku iya, sebagian lagi menganggap kalau bukti cinta adalah bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pasangan. Sebagian lagi memilih pasrah karena mereka mengaku lebih parah dalam urusan manajemen keuangan. Mereka mengaku kompulsif, suka kelepasan dalam menggunakan uang untuk memenuhi hobi mereka, kebutuhan “bandel”, atau passion-passion lainnya. Sementara menurut mereka perempuan lebih bijaksana dan tabah menghadapi godaan.
Apakah perempuan sebijak itu dalam mengelola uang pasangan? Apakah mereka sungguh-sungguh menjunjung kode etik pengelolaan rumah tangga dan tidak tergoda untuk menggunakan uang pasangan untuk kepentingan pribadi? Nah, ada fakta menarik, karena ternyata sebagian besar perempuan memilih untuk menjadi bendahara yang baik untuk keluarga. Menjalankan misi mulia atas nama menjaga kepercayaan pasangan. Karena ternyata untuk perempuan cinta adalah kompleksitas menjaga kepercayaan, tidak saja urusan tidak selingkuh hati, tapi juga urusan tidak selingkuh dompet.  Boleh saja mata digoda sale, tapi ternyata kepercayaan dan kepentingan besar keluarga di atas itu semua.
Tapi urusan “duit perempuan”, perempuan rela berbagi nggak? Ternyata kaum kita banyak yang cukup egois. Ini mungkin pengaruh dari ekonomi patriarkal dimana lelakilah yang diharapkan bertanggungjawab atas pemenuhan keuangan keluarga. Kalaupun perempuan ikut berpartisipasi dalam membiayai kebutuhan keluarga, sifatnya sukarela, penambah alias bumbu pelengkap saja. Namanya juga bumbu, jumlahnya kecil saja. Nggak salah juga sih, sedikit egois, asalkan juga melihat kondisi keuangan. Kalau memang suami butuh support, nggak bijak juga kan kalau uang perempuan dipakai untuk senang-senang dan cantik-cantikan, memenuhi kebutuhan pribadi seperti kosmetik dan perhiasan? Rasanya lebih bijak kalau dipakai untuk investasi atau asuransi pendidikan anak misalnya. Karena mestinya di keluarga modern, peran suami-istri lebih berimbang dan sejajar. Setiap pihak berkontribusi sesuai dengan kesepakatan dan kemampuan.

Jadi tipe apakah Anda? Kalau saya sih uangmu, uangku. Uangku, tambahin dong yaaank!

(Dimuat di kolom Halau Galau, Jawa Pos, 17 Desember 2012)
Ditulis oleh Kika Dhersy Putri

0 komentar:

Posting Komentar

 

Total Pageviews

Visitor

Followers

Translate

About me

Fashiolista