A B C D

 
-Andra-
“jadi rumusnya diturunin dulu, jangan lupa “. Aku mencoret kertas yang berada dihadapan bella. Bella menggaruk kepalanya. Ku pandangi bola mata indah gadis ini dibalik kacamataku
“sudah ngerti?”. Aku bertanya
“belum kak”. Bella menggeleng dengan raut muka innocent tepat menatapku dibola mata. Aku salah tingkah sendiri.
Bella, adik angkatanku di Institut ini, dulu waktu SMA kami juga satu sekolah, dan ternyata kuliah kami kuliah dijurusan yang sama. Aku sudah semester tiga, sedangkan ia masih semester satu. Dari SMA aku suka memerhatikannya. Dia cantik dan supel. Tak kusangka ketika kuliah, dia yang menyapaku duluan dan minta tolong diajari mata kuliah kalkulus. Aku mau saja membantu, karena aku begitu menguasai kalkulus. Lagian siapa juga yang bisa nolak ngajarin bidadari kampus kayak Bella?
“nih coba kerjain, kamu harus nyoba sendiri, kalo nggak ya nggak bisa-bisa dong”. Aku menepuk bahunya hangat.
Bella kembali terpaku pada kertas-kertas dan textbook kalkulusnya, perlahan dia mulai mencoba mengerjakannya kembali. Diam-diam aku memandanginya. Bella tetap terlihat cantik, walau kuncir rambutnya sudah berantakan- mungkin karena mumet sama kalkulus, wajahnya sudah berminyak – gara-gara AC perpus rusak satu, tapi tetap saja tidak menutupi kecantikannya yang alami.
“kak andra..”
Aku masih termangu memandangi gadis ini.
“kak..”
“KAK ANDRA!!!”
“eeeh”. Aku malu sendiri- kegep sedang memandanginya. “gimana bell?”
“ini bener gak sih kak?”.
Aku kembali fokus pada kertas yang dipegang Bella, kulirik langit yang terlihat dari jendela perpustakaan. Gelap-dan sudah meneteskan hujan.

-Bella-
“ini udah bener kok bell”. Kak Andra tersenyum menatapku dibalik bingkai kacamatanya. Senyuman khas mahasiswa tingkat tiga. Aku balas tersenyum. Mungkin kak Andra mengira aku senang karena akhirnya aku bisa mengerjakan integral- padahal sih.. yah karena kak Andra.
Aku sebenarnya hanya iseng meminta tolong kak Andra untuk mengajariku, eh tidak disangka kak Andra mau menolongku. Rasanya kalkulus yang mematikan jadi semanis madu.
“terus yang ini jadinya di kerjain dulu...”, Kak Andra mencorat-coret kertasku. Aku hanya memandangnya. Kagum.

-Dekra-
Sambil memegang setang motor, Aku berdiri dan melongokan kepala mencari sosok.. nah itu dia!
Citra sedang melamun sambil menenteng textbook akuntansi biayanya. Jilbabnya sudah melenceng kesana kemari, sesekali dia memandangi jam tangannya.
Aku menepikan motor didepannya.
“hei dekra”, sapanya tersenyum manis sekali
“hei cit, kok gak pulang? ”. kupandangi raut wajah cantiknya.
“belum dijemput nih dekra, kamu mau pulang tah ini?”
“pulang sama aku aja deh cit, mumpung belum hujan lho”. Kusodorkan helm yang biasa dipakai adikku kalau sedang nebeng.
Citra menggeleng. “thanks dekra, tapi aku nunggu dijemput aja deh”.
Aku menatap Citra. Raut cemas tampak diwajah cantiknya. “kamu kenapa cit?”
“nggak papa kok dekra, kamu pulang dulu aja sana, keburu hujan lho”.
“nggak deh, aku tungguin kamu aja dulu disini”. Aku melepas helm dan turun dari motor. Mana mungkin aku membiarkan peri kecil sendirian dengan cuaca seperti ini.
Citra. Aku sudah menyukainya sejak semester pertama kami kuliah disini. Kami sama-sama kuliah jurusan manajemen. Aku suka melihatnya ketika dia berdebat dengan sesama mahasiswa-termasuk aku ketika kuliah. Argumen yang dikeluarkannya selalu cerdas dan berbobot. Aku juga suka melihatnya tertawa ketika ia sedang berkumpul bersama teman-temannya. Citra selalu ceria.
Tapi aku tidak suka melihatnya murung seperti ini.
“kamu kenapa cit?”. Aku ingin tahu apa penyebabnya rona ceria itu menghilang dari wajah gadis ini. Citra tersenyum sembari menggeleng. “aku nggak papa kok dekra”. Dia menepuk bahuku.
Aku memandang tidak percaya. Tapi citra bersikeras tidak ingin cerita kepadaku. Akhirnya kami terdiam.

-citra-
Aku memandang dekra. Tampak sekali dia ingin tahu mengapa aku tampak murung. Aku biasanya selalu ceria, apalagi kalau sedang bersama dekra.
“aku cuma lagi banyak fikiran doang kok dekra, nih aku pusing banyak tugas, nyesel deh ambil SKS berlebihan gini”, ujarku- tentunya berbohong.
“santai dikit lah cit, besok kan malem minggu juga, kamu tuh kelewat serius”. Dekra tertawa memperlihatkan giginya yang berkawat. Cute.
“nggak tau dek, pengen have fun sedikit tapi kok tugas, sama badan juga gak mendukung”. Ujarku.

Hujan yang tadinya muncul malu-malu kini meraung-raung. Aku menatap Dekra, “dekra.. duh jadi tambah deres, kamu sih kok gak pulang daritadi!”. Ujarku
“haha nyante aja lagi, aku biasa maen bola sambil hujan-hujanan gini”. Dekra tertawa santai. aku melongo. tak habis fikir
“dasar, jaman sekarang hujan kandungannya gak baik buat badan lho jangan sampe...”. Aku sewot memandangnya tapi ucapanku terpotong. Jangan sampe Kamu sakit.
“ah hujan cuma air doang”. Ujarnya
Aku menggosok-gosok kedua telapak tanganku. Mulai kedinginan. Ya gini ini kalau badan terlalu keceng, jadinya gampang masuk angin!
“nih”. Aku kaget Dekra menyampirkan jaketnya dibahuku. Hmm, parfum cowok ini masih melekat dijaketnya.
“makasih ya”. Aku memandangnya hangat. Tidak pernah ada laki-laki yang memasangkan jaketnya untukku sebelumnya.
“santai aja cit..”. Dekra menggenggam tanganku dan memandangku dalam. Aku bergetar lalu menunduk – menyembunyikan wajahku dari pandangan Dekra.
Hatiku melayang.. tetapi aku malu melihat Dekra.
Hening selama beberapa detik- dengan tangan kami yang saling tergenggam. Tapi aku dapat merasakan kehangatan yang diberikan Dekra.
“hei cit”. Dekra melepas genggamannya santai. “minggu depan maliq mau konser lho di gramex!”
“eh sumpah!?!”. Aku yang notabene pecinta maliq and d’essential langsung excited. “duh pokoknya aku harus dapet tiketnya!”
“susah lho cit tiketnya, banyak ABG yang suka maliq juga sekarang mah”
“iya, labil tuh gara-gara lagi in jazz aja”
Kami tenggelam dalam percakapan tentang jazz selama satu jam. Dalam hati kecil sebenarnya ingin keheningan tadi terulang kembali.

-andra-
“makasih ya kak andra”. Ujar Bella.
“iya, moga besok lancar ya UAS nya”, aku tersenyum.

Kulihat jam. 20.24... citra... ya ampun! Aku sudah terlambat hampir dua jam!
Ku pandangi bella, tetapi... tidak, aku tidak bisa. Ini semua hanya untuk citra. Sontak rasa bersalah menggerogoti hatiku.
“kak andra, makasih...”, ucapan bella ku potong.
“bell aku buru-buru, aku duluan yaa!”
Bella memanggilku. Aku tidak peduli. Aku buru-buru meraih ransel, menembus hujan dan membawa motorku secepat mungkin. Bagaimana aku bisa lupa menjemput citra? Hanya karena bella? Tidak. Aku hanya mencintai citra.
Air hujan terus membasahi tubuhku, tetapi tidak menghapus rasa bersalahku ke citra.

-dekra-
“... kemaren tuh bandnya kakak senior ngaransemen happy endingnya abdul and the coffee theory, enak banget gila...”.
Citra yang sudah kembali ceria terus bercerita. Aku hanya tersenyum sambil memandanginya. Apa yang lebih menyenangkan selain bisa membuat cewek yang dicintai kembali senang bukan?
“anyway.. dekra, kamu masih pianoan sampe sekarang?”.
“yap masih”. Aku meraih handphoneku,  membuka aplikasi mp3. “ini piece yang aku karang sendiri lho, coba kamu denger”.
Citra mengambil handphoneku dan mendekatkannya ke telinga

-citra-
“wow, enak banget dekra..”. aku kagum. Hebat sekali dekra bisa merangkai nada seindah ini..
tiba-tiba sebuah motor supra x yang sangat familiar itu berhenti di ujung pagar kampus. Motor andra!
Aku terbangun dari surga kecilku.
Buru-buru aku mengembalikan handphone dekra. Aku menggigit bibir, mengingat genggaman tangannya tadi. Tapi sekejap langsung ku enyahkan ingatan itu.
Aku harus bersama Andra. Aku mencintai Andra. Dan dia akhirnya sudah datang menjemput juga- meskipun terlambat.
“cit lagu itu..”
“dekra..aku pulang dulu..”.  belum selesai ucapan dekra, aku langsung memotongnya. aku kembalikan jaket dekra. “thanks jaketnya, pacarku udah nunggu disana ternyata”
Buru-buru aku meninggalkan selasar kampus, tanpa menoleh ke arah dekra kembali.

-andra-
Hujan telah berhenti tepat ketika aku sampai di kampusnya Citra. Citra datang tergopoh menghampiriku.
“andra! Gila kamu gak masuk angin apa!?!”. Citra tampak kaget melihatku basah kuyup seperti ini.
Aku hanya tersenyum lelah.
“maafin aku ya cit”
“aduh, kamu harusnya sms aku aja, gak usah ngejemput aku...”. citra naik ke boncenganku. “maafin aku juga ya andra..”
“maaf buat apa?”. Aku melirik gadis ini dari spion- kebingungan.
Tapi citra hanya terdiam. Aku akhirnya menstater motorku dan mengantar gadis ini pulang.

-dekra-
Aku terdiam memandang citra dari kejauhan. Motor itu akhirnya melintas jauh. Dengan langkah gontai aku mengenakan jaketku yang tadi dipakai citra- parfum citra menempel dijaketku. Terbesit rasa rindu hadir dalam hatiku. Rindu yang tak akan terbalas
“cit lagu itu aku buat untuk kamu”. Bisikku menyelesaikan kalimat yang terpotong citra tadi.

-bella-
Aku menelepon dan berkali-kali mengirim sms ke Kak Andra karena hujan masih deras, memaksanya agar kembali ke perpustakaan saja sembari menunggu hujan berhenti dahulu.
Tapi tampaknya ia tak peduli dengan hujan. Entah mengapa.
Aku termangu. Ah, apa-apaan aku ini, aku kan hanya juniornya saja. Tidak pantas buat seseorang seperti Kak Andra.
“kak andra makasih, aku sayang kak andra”. Bisikku sendiri melanjutkan ucapanku yang tadi terpotong.
Hanya angin yang mendengar.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Total Pageviews

Visitor

Followers

Translate

About me

Fashiolista